Wednesday, December 18, 2013

Partisipasi Anak Dalam Kegiatan HVCA di Sekolah dan Desa dalam Program Sekolah Aman


Keterlibatan anak-anak sering bergantung pada agenda-agenda
dan konsep orang dewasa.
-Edda Ivan Smith-

Istilah partisipasi sangat sulit untuk disepakati menjadi satu penafsiran. Ada yang mengatakan partisipasi berarti menjadi anggota suatu kelompok, terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, bercakap-cakap atau urun rembug, bahkan lebih jauh lagi dikaitkan dengan pembagian kekuasaan dan pengambilan keputusan. Dalam dunia anak, kata ini akan mereka tagih dengan pertanyaan; mainan apa sih partisipasi itu? asyik gak? apa yang bisa kudapatkan dari partisipasi?. Secara singkat partisipasi anak adalah mencoba untuk melihat sesuatu dari perspektif mereka (anak) dan memperlakukan mereka sebagai subjek, bukan dari objek suatu program aksi. Dalam program Safe School ada banyak kegiatan yang mensyaratkan tingkat partisipasi sebagai salah satu indikator keberhasilan program. Termasuk diantaranya yang utama adalah indikator partisipasi anak.
Setahun lebih perjalanan program, banyak hal yang bisa kita cermati dari rangkaian kegiatan Baseline, Indepth Interview, HVCA Anak, Training PRB Anak, FGD Renaksi Anak, Proposal Anak hingga Simulasi yang banyak mensyaratkan partisipasi anak. Di satu sisi tidak dapat dipungkiri bahwa angka partisipasi menjadi sangat penting, terlihat dari jumlah target capaian beneficeries (disingkat benef). Namun di sisi lain, partisipasi yang `berkualitas` menjadi jauh lebih penting meski tidak mudah juga untuk mewujudkannya. Misalnya jika dihadapkan pada pertanyaan sudahkah pendekatan partisipasi dan `bertumpu pada anak` yang kita lakukan mampu menyuntikkan kesadaran kritis pada anak, bukan sekedar memberikan pengetahuan, memberikan tugas dan kegiatan mendengarkan saja?. Apakah partisipasi anak yang kita dorong dan kita kembangkan dalam program memang telah ideal atau senafas dengan tangga `participation ladder`nya Roger Hart (1994)?
Gambar 1. Fasilitasi Kegiatan Penilaian Ancaman Kerentanan dan Kapasitas
di Sekolah Dasar
Jika dihubungkan dengan Tangga Partisipasinya Roger Hart, partisipasi anak dalam Program Sekolah Aman lebih dominan berada pada tangga ke-5 yakni Konsultasi dan Informasi Anak. Anak lebih banyak didorong menerima informasi serta didorong untuk ambil bagian dalam aktivitas dan proses suatu kegiatan yang telah terstruktur. Inisiatif anak lebih diarahkan pada upaya distribusi informasi di antara sesama mereka, yang diwujudkan dalam kegiatan diseminasi PRB sebagai tutor sebaya (peer to peer educator). Pada tataran yang lebih tinggi, inisiatif anak juga dicoba didorong dalam kegiatan FGD Renaksi Anak dan Pembuatan Proposal Anak, namun hal itu masih sebatas usulan kegiatan yang pada akhirnya juga harus dikonsultasikan dengan kalangan dewasa, yakni guru dan para pihak di sekolah lainnya.  Diperlukan terobosan-di luar siklus program-, yang memungkinkan partisipasi anak bisa lebih meningkat dan berkualitas.
Gambar 2. Fasilitasi Proses HVCA dengan Metode Permainan
Hal itu coba dilakukan oleh Tim Siaga SD N Sanetan dengan berpartisipasi aktif dalam kegiatan tukar pikiran dan penyamaan persepsi terkait identifikasi ancaman, kerentanan dan kapasitas (HVCA) dan penyusunan Dokumen Renaksi Desa Sanetan. Berangkat dari undangan pihak Desa kepada perwakilan Tim Siaga SD N Sanetan, tim pun menyiapkan diri dengan berbekal Peta Ancaman SD yang telah dibuat dan juga mengasah kembali  teknik fasilitasi yang telah diterima dalam program Sekolah Aman. Mereka menyadari tingkat kesulitan dari tugas mereka yakni bagaimana menyampaikan gagasan dalam bentuk presentasi Peta HVCA kepada kalangan dewasa. Sebelumnya mereka lebih sering berperan sebagai tutor sebaya bagi teman-teman mereka sendiri, kali ini mereka harus bisa menjadi diseminator untuk kalangan dewasa. Jika sebelumnya mereka lebih sering berbagi ide dengan teman-teman mereka sendiri, kali ini mereka harus berani berbagai ide dan saran kepada kalangan dewasa.
Gambar 3. Kegiatan Menggambar Peta Ancaman Kerentanan dan Kapasitas HVCA Sekolaholeh Anak
Saat itu pun tiba. Sabtu, 9 Februari 2013 kegiatan HVCA Dewasa dan Penyusunan Dokumen Renaksi Desa Sanetan pun digelar. Kegiatan diawali dengan Games Angin Bertiup yang dipandu oleh fasilitator Bapak Supeno dari FPRB Gunem. Peserta dewasa dan Tim Siaga SD N Sanetan mengikuti dengan antusias. Dilanjutkan dengan penjelasan maksud dan tujuan kegiatan yakni ingin membandingkan sekaligus menyamakan persepsi antara analisa ancaman, kerentanan dan kapasitas dari pihak sekolah dan pihak Desa Sanetan. Tujuan kedua adalah menyusun dokumen Renaksi Desa yang melibatkan para pihak, baik dewasa maupun anak. Sesi presentasi dimulai dengan memberikan kesempatan kepada Tim Siaga SD N Sanetan untuk menjelaskan ancaman serta kerentanan sekolah dengan media Peta Ancaman, Kerentanan dan Evakuasi yang telah dibuat dalam kegiatan Sekolah Aman. Dimulai dengan Karimatun Nisa dengan Peta Ancaman Banjir, Nafis Khusnul M. dengan Peta Ancaman Longsor, dan Wulan Setianingrum dengan Peta Ancaman Kebakaran.
Gambar 4. Mendorong Partisipasi Anak dalam Proses HVCA
Disamping presentasi Peta dari Tim Siaga SD N Sanetan, dalam forum tersebut juga dilakukan presentasi Peta dari Tim Siaga Desa serta Peta dari Forum Anak Desa (FAD) Desa Sanetan. Di akhir presentasi, ada catatan menarik terkait bagaimana Ainul Nur Ikhsanuddin, Ketua Tim Siaga menanggapi pertanyaan salah satu peserta kegiatan. Mbah Tamsuri (Modin) Desa Sanetan bertanya sebagai berikut;”Pertanyaan saya tujukan kepada Tim Siaga Sekolah maupun Desa. Bagaimana jika ada ancaman banjir maupun ancaman tanah longsor?”. Dengan lugas, Ikhsan menanggapi; “ Assalamua`alaikum wr wb. Saya akan menanggapi pertanyaan dari mbah Tamsuri atau mbah Modin. Jika terjadi banjir atau tanah longsor di sekolah atau Desa, yang pertama dilakukan adalah memukul kentongan, mengumpulkan warga di suatu titik kumpul sementara sambil menunggu instruksi dari kepala Desa untuk mencari tempat yang aman. Demikian tanggapan dari saya Tim Siaga. Wassalamu`alaikum Wr. Wb”. Sebuah jawaban yang sebenarnya sudah sering mereka sampaikan kepada teman-teman mereka sendiri, namun kali ini disampaikan kepada kalangan dewasa di tingkat Desa, bukan di sekolah.
Dari kalimat-kalimat lugas yang disampaikan Ikhsan, terlihat bahwa Ikhsan berusaha menyesuaikan konteks dari sebelumnya tanda peringatan dini yang dibunyikan kepala sekolah-seperti yang ia pahami selama ini di sekolah-, menjadi tanda peringatan dini yang dibunyikan Kepala Desa. Urgensi berkumpul di titik kumpul sementara pun tetap disampaikan sambil menunggu intruksi Kepala Desa sebelum mengungsi di titik pengungsian. Hal yang menarik adalah Ikhsan bisa menyampaikan runtutan kalimat tersebut dengan tanpa rasa canggung atau malu-malu. Sangat kalem untuk seukuran anak SD. Untuk itu pulalah applause pun diberikan peserta kepada Ikhsan. Dalam sesi berikutnya Tim Siaga dilibatkan dalam memeringkatkan ancaman Desa Sanetan serta menyusun Dokumen Renaksi Desa.
Gambar 5. Pengenalan Terminologi Kebencanaan dalam Kegiatan HVCA Anak
Partisipasi Tim Siaga SD N Sanetan dalam urun rembug di Balai Desa Sanetan dapat diibaratkan sebagai `pertempuran kecil` Tim Siaga dalam bertukar pikiran dan mempresentasikan Peta Ancaman Banjir sebagai ancaman siginifikan di wilayah SD N Sanetan khususnya, sesuatu yang banyak pihak di Desa sempat meragukannya. Hal ini karena hasil peringkat ancaman yang berbeda antara SD maupun Desa. SD menempatkan ancaman banjir sebagai ancaman utama. Sedangkan Desa menempatkan ancaman tanah longsor sebagai ancaman utama. Perbedaan ini pun akhirnya diakomodir dalam Peta Ancaman, Kerentanan dan Evakuasi terbaru yang dibuat Forum PRB Tingkat Desa. Ada 3 ancaman utama yang ada di Desa Sanetan, tanah longsor di Dukuh Sanetan, Ancaman banjir di Dukuh Gambel (di mana SD N Sanetan berada), dan Ancaman Kekeringan di Dukuh Teben dan Dukuh Pancuran.
Dengan diakomodirnya peta ancaman banjir yang dibuat Ikhsan dan kawan-kawan dalam peta HVCA Desa Sanetan, membuktikan bahwa anak-anak mampu memberikan partisipasi aktif sekaligus partisipasi fungsional dalam memberikan ide atau gagasan kepada orang dewasa. Partisipasi aktif di sini berarti menyampaikan ide berdasar inisiatif dan pemahaman yang dimiliki. Dan partisipasi fungsional yang berarti partisipasi yang salaras dengan perannya sebagai Tim Siaga Sekolah. Dapat dikatakan, partisipasi Tim Siaga SD N Sanetan dalam kegiatan PRB di Desa Sanetan mampu mangangkat partisipasi anak ke level 6 Tangga Partisipasi-nya Roger Hart, yakni Inisiatif dari Dewasa dengan Didiskusikan dengan Anak-anak. Suatu capaian tak terduga yang bisa menjadi pembelajaran program.

Monday, December 16, 2013

Sejarah Bencana Desa Sudan dan Respon Terhadap Program Sekolah Aman (Refleksi Fasilitator Sekolah Bagian 1.)



Historia Panta Rei
Sejarah selalu mengalir dan selalu berulang
-Filsafat Yunani-

Sebagai `orang luar` yang melakukan intervensi program pengurangan resiko bencana, kita perlu jeli dan perlu banyak belajar dari masyarakat di sekitar penerima manfaat program; melihat mereka berinteraksi, kearifan lokal yang mereka miliki, modal sosial mereka, potensi ancaman dan kerentanan yang mungkin terjadi, serta kapasitas yang telah ada. Termasuk di dalamnya adalah jeli melihat cara pandang mereka terhadap suatu bencana. Hal ini penting karena untuk melihat tingkat kemendesakkan (urgensi) program yang kita intervensikan. Sejatinya apa yang dipikirkan masyarakat, baik dewasa maupun anak-anak secara kolektif dipengaruhi oleh peristiwa yang dialaminya. Jika seseorang atau suatu masyarakat belum pernah mengalami sejarah bencana (alam), maka respon mereka terhadap `kata` bencana akan berbeda dengan orang atau suatu masyarakat yang pernah memiliki sejarah bencana atau sering mengalami bencana.


Program Sekolah Aman hadir di Desa Sudan sejak Maret 2012. Program yang diinisiasi dan diimplemaentasikan oleh KYPA dengan dukungan Plan Indonesia dan Dinas Pendidikan Kabupaten Rembang ini, menyasar di sekolah dasar yakni SD N Sudan. Sambutan awal terhadap program relatif cukup baik. Pihak sekolah berpendapat program ini bisa membantu dalam hal menanggulangi ancaman bencana, atau setidaknya bisa mengurangi resiko terjadinya bencana di sekolah. Disamping ancaman debu sebagai slow on set disaster, yang rutin terjadi dan secara perlahan-baik disadari maupun tidak-mempengaruhi kesehatan dan aktivitas belajar anak di sekolah, SD N Sudan juga memiliki pengalaman traumatis dengan ancaman banjir pada medio Februari tahun 2006 silam. Saat itu Desa Sudan, Desa Narukan, Desa Sumurpule bahkan hingga Pasar Pandangan menjadi daerah terdampak banjir. Kala itu hujan lebat mengguyur dari pukul 2 dini hari hingga pukul 6 pagi tanpa jeda yang menyebabkan ruang kelas SD N Sudan yang saat itu sedang ada kegiatan Persami Pramuka, turut terendam banjir. Anak-anak yang sedang berkegiatan terpaksa diungsikan. Bapak Kasmuri, salah seorang guru, memberikan kesaksian waktu itu anak-anak diungsikan dengan berbagai cara, termasuk ada juga yang terpaksa digendong di tengah guyuran hujan saat dini hari.
                Berangkat dari pengalaman pernah terdampak banjir tersebut, Kepala Sekolah dan para guru menyambut baik hadirnya program Sekolah Aman di sekolah mereka.
Harapan awal mereka tentu saja supaya program ini bisa membantu dalam upaya menanggulangi ancaman bencana yang mungkin terjadi di lingkungan sekolah, termasuk banjir. Anak-anak diharapkan bisa lebih sigap jika ada bencana dengan program dari KYPA ini. Di awal-awal program, harapan agar program ini selain memberikan kapasitasi, juga memberikan bantuan fisik sempat muncul. Namun, seiring berjalannya waktu, maka mereka lebih bisa memahami, bahwa program ini tidak berorientasi fisik. Program Sekolah Aman lebih berorientasi pada peningkatan kapasitas murid dan guru melalui serangkaian kegiatan sosialisasi, pelatihan HVCA, pelatihan PRB, Workshop dan Pengecekan Struktur Bangunan Sekolah, serta pembentukan Tim Siaga Sekolah berikut perangkat kebijakan pendukung yang pro PRB.
                Dalam perjalanan Sekolah Aman di SD N Sudan, ada catatan menarik terkait antusiasme dan respon warga sekolah terhadap program. Diantaranya adalah program mampu mendorong sekolah untuk menggunakan dana sekolah – termasuk dana BOS- guna mendukung upaya pengurangan resiko bencana di sekolah, khususnya banjir. Dalam dokumen Renaksi SD N Sudan disebutkan bahwa sekolah merencanakan membangun prasarana fisik yang dapat mendukung sekolah aman. Diantaranya dengan memperkuat dan menutup selokan sumber banjir di depan sekolah, memperkuat tembok dan gerbang sekolah serta membuat tempat parkir yang aman bagi siswa. Rencana tersebut kemudian dieksekusi dan dilaksanakan pada pertengahan Maret dengan menggunakan dana sekolah yang berasal dari dana penjualan sisa material rehab gedung, BOS serta dana komite. Di sini terlihat semangat kemandirian sekolah untuk mendukung dan mendekatkan rasa aman bagi seluruh warga sekolah.

                Tingkat partisipasi para pihak dalam setiap kegiatan Sekolah Aman pun juga relatif lebih baik. Baik komite, wali murid, maupun dari UPT Dispendik kecamatan Kragan. Kendala yang ditemui di lapangan adalah dukungan Pemerintah Desa Sudan yang kurang maksimal terhadap jalannya program Sekolah Aman. Setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata memang ada sejarah perbedaan pandangan politik di masa lalu antara Kepala Desa dan salah seorang guru. Perbedaan pandangan tersebut membawa pengaruh terhadap partisipasi Kepala Desa-yang jarang- untuk tidak mengatakan minus, di setiap kegiatan Sekolah Aman. Namun demikian, karena relasi SD yang cukup baik dengan para pihak lain seperti  dengan Puskesmas Kragan II, menjadikan upaya-upaya PRB yang dikampanyekan dalam program Sekolah Aman sedikit mendapat angin segar dan dukungan. Keterlibatan Puskesmas Kragan 2 dalam simulasi ke-2 bencana banjir dengan mengirimkan Ambulance berikut stafnya, dapat menjadi catatan program yang baik terkait respon terhadap program Sekolah Aman.

Panji Pranowo
Field Officer Safe School Project Kab. Rembang 2012-2013.